gravatar

Masa Pacaran Remaja Putri Rawan Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan pada masa berpacaran di kalangan remaja sangat tinggi dan memprihatinkan. Survei Lembaga Swadaya Masyarakat Jangan Bugil di Depan Kamera terhadap 3.000 remaja putri di Jakarta menunjukkan, 957 responden remaja putri mengakui mengalami kekerasan dalam masa pacaran yang menjurus ke arah kekerasan seksual.

"Secara estimasi hal ini menunjukkan bahwa satu dari lima remaja putri di Indonesia pernah mengalami kekerasan pada masa berpacaran. Kasus kekerasan seksual saat pacaran banyak terjadi pada remaja yang terjebak oleh kecanduan pornografi, yang akhirnya menstimulasi mereka untuk melakukan pemaksaan atau jebakan seksual kepada remaja putri agar mau berhubungan intim," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/4).

Menurut Meutia, berdasarkan pengakuan para korban, para pelaku kekerasan sebelumnya menunjukkan gambar-gambar porno untuk merangsang pasangannya agar mau berhubungan intim. Sesungguhnya untuk menghentikan hal tersebut bisa dilakukan dengan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi kepada para remaja tentang hak reproduksi.

"Ironisnya, sebagian besar orangtua di Indonesia tidak mengetahui bahwa anaknya telah mengalami kekerasan seksual saat berpacaran semasa SMP dan SMA. Mereka baru bereaksi ketika keadaan sudah sangat buruk, seperti hamil, aborsi, dan perkosaan. Ini disebabkan, oleh kultur budaya di Indonesia membuat pemikiran yang salah bahwa laki-laki mempunyai hak untuk mendominasi perempuan," katanya.

Dikatakan, secara khusus berkenaan pornografi di kalangan remaja, sekarang ini lebih dari 500 video porno Indonesia telah ber- edar di masyarakat, 90 persen dibuat dan dilakukan oleh para remaja Indonesia. Remaja tersebut masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Bahkan yang lebih memprihatinkan, semakin hari kecenderungan pelaku atau korban bugil pornogrofi adalah pelajar SMP.

Berdasarkan survei tahun 2006 yang dilakukan toptenreviews.com, lembaga survei internet terkemuka, dunia menghadapi tantangan pornografi remaja yang sangat serius. Tercatat 100.000 situs yang bermaterikan pornografi anak usia di bawah 18 tahun.

Selain itu, 89 persen pesan obrolan elektronik (chatting) anak-anak muda di internet berkonotasi seksual. Rata-rata usia termuda anak-anak pengakses pornografi adalah 11 tahun atau setara dengan anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar.

Di antara usia 15 -17 tahun, 80 persennya telah biasa mengakses materi pornografi yang menggambarkan hubungan intim dengan memperlihatkan alat vital. Yang penting untuk menjadi perhatian keluarga serta lingkungan adalah kenyataan bahwa 90 persen akses pornografi dilakukan pada saat belajar atau mengerjakan tugas bersama.

"Secara umum, Indonesia masuk dalam survei toptenreviews. com sebagai negara urutan ketujuh di dunia yang terbanyak mengakses pornografi," paparnya.

Bagi generasi muda Indonesia yang pada usia perkembangannya belum waktunya mengonsumsi dan terekspose materi-materi pornografi, hal ini akan sangat mengganggu perkembangan jiwa dan karakter kepribadiannya. Materi pornografi tersebut akan meracuni pikiran dan perilaku sehari-hari.

"Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada konsentrasi pelajar, pengembangan kreativitas, produktivitas dan mentalitasnya," katanya.

Sementara itu, pengamat telematika, Bintang Suherman menjelaskan industri pornografi telah berkembang pesat dan sangat memprihatinkan. Pornografi merupakan bisnis triliunan rupiah.

Pemain-pemain andal di bidang ini adalah perusahaan multinasional yang juga telah mencatatkan dirinya di bursa saham internasional. Pendapatan total sedunia industri pornografi pada tahun 2006 menurut pantauan toptenreviews.com adalah US$ 97,6 miliar (Rp 869,4 triliun-kurs 9.000), lebih besar dari pendapatan 8 perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia seperti Microsoft, Google, Amazon, e Bay, Yahooo, Apple, atau Netflik.

"Asia sekarang ini merupakan pasar baru potensial dan raksasa. Dari 10 peringkat dunia negara pengakses pornografi, Indonesia adalah negara nomor 7. Dari data ini dapat dihitung berapa keuntungan dari bisnis ini".

Proteksi Situs Porno

Proteksi yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap situs-situs yang menampilkan gambar atau video porno dapat membantu orangtua di Indonesia dalam mendidik anak-anaknya.

Orangtua bisa membentuk karakter anak menuju arah yang lebih baik dan menjauhkan anaknya itu dari pengaruh-pengaruh kehidupan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPA), Giwo Rubianto Wiyogo, kepada SP, Rabu (9/4), di Jakarta, menjelaskan, berlakunya UU ITE meringankan beban orangtua dalam menangkal pengaruh-pengaruh buruk situs porno yang dapat merusak pikiran anaknya. Orangtua harus berperan aktif dalam memberikan arahan dan batasan akses teknologi informasi tersebut, agar anak-anaknya tidak terpengaruh dengan apa yang dilihat dalam situs-situs porno.

Orangtua yang mengetahui anaknya melihat situs porno, jangan langsung memarahi anak itu tanpa arah dan terbawa emosi. Jika anak tersebut masih di bawah umur, lebih baik, katanya, orangtua memberikan pemahaman kepada anaknya bahwa apa yang dilakukannya adalah salah dan sebaiknya tidak diulangi lagi.

"Kalau, langsung dimarahi, akan menimbulkan penasaran dalam diri si anak untuk melihat situs itu kembali," ucapnya.

Apabila anak tersebut berusia remaja, selain memberikan arahan dan pemahaman, orangtua dalam menegur anak itu harus menanamkan nilai-nilai moral dan agama yang berlaku di masyarakat dan keluarganya sendiri. Perlakuan orangtua yang bijak seperti ini, dapat membentuk karakter anak yang baik dan bermoral," ujarnya. [RRS/E-5]
SP, 13/04/2008